ARE YOU HAVING FUN DEAR?

yummy
Itu pertanyaan klasik yang selalu saya tanyakan ketika anak-anak selesai beraktivitas. Klasik, karena memang menjadi kebiasaan dan seringkali tidak jelas maksudnya. Padahal, kata itu punya makna yang penting sekali untuk membentuk kepribadian anak. Bagaimana kita menekankan pada mereka untuk selalu menyenangi apapun aktivitas yang mereka kerjakan, tidak untuk pretensi lain. Meskipun, pastinya sulit untuk melakukannya, apalagi untuk aktivitas yang sifatnya harus dilakukan.

Seringkali anak saya mengikuti kegiatan lomba, dan seringkali pula tidak bisa memenangkannya. Tapi…selalu, seperti biasa saya akan menghiburnya dengan mengatakan, “yang penting kan kita sudah bersenang-senang…”. Memang cukup menghibur, dan seringkali menjadi kurang memotivasi anak untuk menang. Tapi…sesungguhnya, memang bukan kemenangan yang kami cari, kemenangan dan kekalahan adalah dinamika dalam kehidupan. Selalu ada, dan sampai nanti anak-anakku besar mereka akan menghadapi hal serupa. Yang bisa mempertahankan kita pada sikap yang baik dalam menghadapi kemenangan ataupun kekalahan adalah “having fun”. Bila menang kita tidak sombong, dan bila kalah kita tidak patah semangat. Karena semua dilakukan dengan “fun”. Indah bukan??
happy
Bukan berarti kita mengajarkan anak untuk hanya melakukan hal-hal yang kita senangi saja. Nilai penting yang bisa diambil adalah mencoba melihat nilai positif dari setiap yang kita lakukan. Mencari alasan-alasan baik bagi kita untuk melakukannya, sehingga mendorong hati untuk menyukainya.

Dalam kehidupan “orang dewasa”, kita kemudian mendapati begitu banyak tuntutan hidup yang harus dipenuhi. Semuanya, ketika kemudian terlalu berat untuk ditanggung, sangat sering menimbulkan stress bagi kita. Sangat disayangkan, kita menghabiskan begitu banyak waktu kita untuk melakukan hal-hal yang tidak kita senangi. Mungkin, kalau dikiaskan kita dalam posisi seperti itu, ibarat sapi perah, kuda tunggangan, atau robot pekerja. Tidak sama sekali mencerminkan sifat manusia. Itu semua, yang ingin saya hindarkan bagi anak-anak saya.

Kehidupan ini, sudah punya teori tetap yang berlaku bagi siapapun penghuni kehidupan. Bahwa mereka yang bersungguh-sungguh, totalitas dalam berusaha, akan mendapatkan hasil terbaik. Kesungguhan, hanya bisa didapat maksimal ketika kita benar-benar menyenangi apa yang kita lakukan.

Selamat bersenang-senang…:)

943111_304208133047287_137465287_n

Kemunafikan yang merajai

Saat ini, kita harus mulai sangat khawatir dengan kondisi masyarakat kita yang sudah dirajai oleh kemunafikan. Kemunafikan untuk mau memperlihatkan dirinya apa adanya, kemunafikan untuk bisa menerima keadaan apa adanya, kemunafikan-kemunafikan yang digunakan untuk menutupi keburukan dengan keindahan, sehingga tanpa kita sadari, keburukan itu telah begitu besar menggunung, hingga kemudian tidak mampu lagi kita tutupi.

Kemunafikan, sebetulnya adalah hal yang paling dibenci siapapun di dunia ini, karena mencerminkan kepengecutan, kebohongan, penipuan. Tetapi tanpa disadari, kita sering melakukan hal tersebut, tetapi dengan bentuk yang seringkali samar dengan mainframe kita tentang kemunafikan itu sendiri. Misalnya saja: pencitraan dan kamuflase. Padahal, dampaknya sama dengan kemunafikan sejati, bahkan mungkin lebih buruk, karena kita tidak menyadarinya sebagai bentuk kemunafikan, akhirnya bagi kebanyakan orang sah-sah saja untuk melakukan hal tersebut.

Kemunafikan tidak hanya menutupi keburukan kita dari banyak orang, tetapi juga menutupinya dari diri kita sendiri. Sampai akhirnya, justru bukan saja orang lain yang akan tertipu, tapi yang lebih buruk adalah diri kita sendiri yang tertipu dengan kemunafikan yang kita buat. Kita mengira, dengan kemunafikan itu kita akan terlihat baik di hadapan orang banyak, baik dalam bentuk perilaku, ataupun baik dalam bentuk tampilan fisik. Akan tetapi, kebaikan yang didasarkan pada kemunafikan itu telah membawa kita jauh dari kenyataan yang ada. Sampai akhirnya, kita harus membayar lebih mahal untuk bisa tampil baik daripada berpikir yang lebih logis untuk bisa memanfaatkan apa yang kita punya untuk tujuan yang jauh lebih penting dan lebih baik.

Sebagian besar dari kita tidak berani untuk melawan kemunafikan karena tidak mau menjadi orang yang terpinggirkan. Tidak mau dianggap sebagai bagian dari kaum marjinal. Tapi ketika kita dimintai pertanggung jawaban atas kebutuhan penting kita, kita berkata bahwa kita adalah orang-orang yang butuh pertolongan. Contoh sederhananya, seperti mereka yang sangat mengejar segala bentuk bantuan seperti kartu jakarta pintar, kartu jakarta sehat, atau bantuan sosial lainnya, sementara, untuk membeli baju yang sedang tren, membeli pulsa, atau bahkan gadget keren mereka mampu.

Kemunafikan telah menjadikan kita orang-orang konsumtif yang jauh dari kata mandiri. Jadi, kalau kita menginginkan perbaikan bagi bangsa ini, kita harus memulainya dari diri kita sendiri untuk melawan setiap bentuk kemunafikan yang ada dalam diri kita. Berpuasalah…sebagaimana puasa yang diajarkan dalam agama Islam. Puasa yang mengajarkan kita untuk selalu ingat pada keadaan terlemah kita, puasa yang mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam segala hal, puasa yang membuat kita berpikir bahwa segala sesuatu yang mampu kita beli belum tentu baik untuk kita miliki, karena kelebihan kita di mata orang lain harusnya sama dengan kelebihan kita di mata Allah.

Anacapa Arch, Channel Islands National Park, California