Resolusi Proyek Keluarga 2015

Mumpung anak-anak sudah mulai besar, sudah mulai bisa bertanggung jawab pada diri dan lingkungannya, mulai tahun ini kami akan membuat kegiatan tahunan berupa raker keluarga yang salah satu agendanya adalah membuat resolusi untuk proyek tahun depan. Untuk raker tahun ini, in sya allah akan kami adakan di luar kota, kemungkinan besar Jogja, sekalian refreshing, dan sebagai koordinator acara perdana ini adalah saya (umi). Jadi…saya sudah persiapkan rancangan 12 resolusi untuk menjadi pembahasan awal di raker kami nanti:
12 Resolusi 2015
Bulan Januari: Bulan Infaq
Pimpinan proyek (pimpro): Abi
Kegiatan: setiap anggota keluarga sehari infaq minimal 1000 untuk kemudian dikumpulkan di akhir bulan, kemudian dibelikan sesuatu yang berguna dan diberikan pada orang yang membutuhkan yang sudah kita sepakati bersama.

Bulan Pebruari: Bulan Memasak
Pimpro: Umi
Kegiatan: setiap hari belajar memasak 1 menu masakan sederhana untuk anak-anak supaya lebih mandiri kalau sedang ditinggal sendiri di rumah.

Bulan Maret: Bulan Menanam
Pimpro: Zahrah
Kegiatan: setiap orang menanam bibit masing-masing di awal bulan, dan dirawat sampai akhir bulan. Mari kita lihat siapa yang paling telaten merawt tanaman 🙂

Bulan April: Bulan Daur Ulang
Pimpro: Thoriq
Kegiatan: memisahkan sampah kering dan basah dan mengumpulkan sampah kering untuk dibuat prakarya di akhir bulan.

Bulan Mei: Bulan Orang Tua
Pimpro: Abi
Kegiatan: memijiti orang tua umi/abi/mbah, setiap hari 1 orang tua, sambil minta do’anya.

Bulan Juni: Bulan Puasa
Pimpro: Abi
Kegiatan: memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan

Bulan Juli: Bulan wirausaha
Pimpro: Zahrah
Kegiatan: membuat ide kreatif untuk usaha

Bulan Agustus: Bulan Manajemen Waktu
Pimpro: Thoriq
Kegiatan: setiap hari membuat rencana secara rinci untuk kegiatan keesokan harinya.

Bulan September: Bulan Menulis
Pimpro: Zahrah
Kegiatan: setiap hari membuat tulisan tentang pengalaman hari itu.

Bulan Oktober: Bulan Petualangan
Pimpro: Umi
Kegiatan: setiap orang harus mencoba minimsl satu hal baru yang belum pernah dicoba durasinya 1 bulan.

Bulan November: Bulan Muhasabah
Pimpro: Abi
Kegiatan: setiap malam mengingat kesalahan 1 hari penuh.

Bulan Desember: Bulan Rencana
Pimpro: Zahrah
Kegiatan: persiapan raker akhir tahun.

Semoga semua yang kita rencanakan di tahun depan berbuah manis, dan menjadi amal baik yang menambah cinta Allah pada kita. Hanya untuk mencari keridhoan Allah-lah semua kebaikan ini kami lakukan.

sudah merdekakah kita?

Suatu ketika saya berjalan-jalan di daerah karawang dan melewati salah satu pabrik garmen yang ada di kota itu. Di saat itu sedang waktunya istirahat makan siang, yang hadir di hadapan mata saya adalah ratusan wanita muda berhamburan keluar dari pabrik. Wajah-wajahnya polos, usianya mungkin berkisar 17 sampai 20 tahun. Mereka langsung menyerbu penjaja makanan, sandal, baju, dan barang-barang kelontong lain. untuk mengganjal perut mereka memilih jajanan seperti mi ayam dan bakso yang jauh dari kata bergizi. Bila ada sisa uang mereka mudah tergoda dengan jajaran sandal cantik dan baju-baju yang ditawarkan pedagang kaki lima. Sungguh suatu gambaran menyedihkan bagi saya. Anak-anak bangsa yang jumlahnya bisa ribuan dalam satu pabrik, tidak mendapat kesempatan menimba ilmu, tetapi justru harus memeras keringat. Bila melihat semua itu, dan bagaimana kita membiarkan keadaan ini terjadi dengan alasan kita membutuhkan tenaga mereka yang murah, lantas apa bedanya kita dengan penjajah belanda dan jepang dulu? Para penjajah itu dulu sengaja membuat para pribumi tidak mendapat akses pendidikan hingga kita selalu berada dalam kebodohan dan tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengandalkan tenaga kita untuk menjadi buruh bagi pabrik-pabrik mereka yang terus menggelontorkan kekayaan bagi negaranya. Hingga tidak ada yang tersisa dari kita, kecuali jiwa-jiwa lemah yang hanya bisa mengharapkan pekerjaan dari si tuan. Saya, tidak bisa berkata apa-apa melihat semua itu, saya terlalu terhenyak, apakah tidak ada yang bisa kita lakukan bagi saudara-saudara sebangsa kita untuk bisa merdeka dan sekedar hidup layak menikmati kemerdekaan ini. Adakah yang bisa kita lakukan?

196619_488302877856452_1805650384_n

Sudahkah anda sukses?

Dalam setiap lini kehidupan, setiap orang selalu berharap untuk bisa sukses, bisa menjadi yang terdepan, bisa menjadi yang memimpin, atau setidaknya bisa menjadi bagian yang penting. Itu sebabnya, status, jabatan, kedudukan selalu menjadi hal yang penting untuk dimiliki. Bahkan, ketika kita tidak memilikinya pun, kita akan berusaha untuk bisa dianggap memilikinya, dianggap punya peran besar, dianggap sibuk, dianggap hebat, dan sebagainya. Orang sangat tidak suka disepelekan, orang sangat tidak suka menjadi bagian yang diabaikan, terlupakan, atau tidak penting.

Dan anehnya, semua hal itu yang menilai bukan diri kita sendiri. Semua anggapan, pengakuan dan penerimaan tersebut datangnya dari orang lain. Orang yang bisa jadi sangat tidak paham tentang kita, orang yang bisa jadi tidak menyukai keberadaan kita, dan orang yang bukan siapa-siapa dari kita. Padahal, bagi seorang manusia, apa yang ia lihat, bisa jadi bukan suatu fakta, tetapi persepsi, dan apa yang ia dengar, bisa jadi bukan suatu kebenaran, tetapi opini. Jadi…sangat sulit sekali keberadaan kita ketika harus menggantungkan harapan kita untuk menjadi orang hebat pada orang lain. Hingga akhirnya semakin banyak gagdet yang kita miliki, semakin tidak karuan perasaan kita dibuatnya seharian, semakin banyak kita berkomunikasi, semakin sepi rasanya dunia.

Ada kalimat Allah yang sangat patut anda simak, Allah tidak melihat seseorang itu dari jenis kelaminnya, dari kekayaannya, dari jabatannya, dari keindahan wajahnya, tetapi Allah melihat seseorang itu berdasarkan takwanya. Cara Allah melihat seseorang itu ia ajarkan kepada kita bukan tanpa sebab. Cara itu menjadikan kita manusia yang bisa hidup bebas dari kebutuhan-kebutuhan semu yang hanya membutakan mata dan menghabiskan kemanfaatan usia kita. Cara satu-satunya untuk bisa sukses adalah dengan bertakwa. Menempatkan yang benar pada tempatnya. Berbuat baik tidak untuk dipandang orang, tetapi untuk mendapatkan posisi yang baik di mata Allah. Hingga akhirnya, kita akan mendapatkan satu hal yang selalu dicari-cari orang yang ingin sukses, yaitu kebahagiaan.

kita tidak menjadi takut disepelekan orang, kita tidak menjadi takut diabaikan, karena kita mengharapkan penghargaan dari pemilik kehidupan, bukan dari yang sama-sama menumpang dalam kehidupan ini. Sudahkah anda merasa sukses?

395848_348218061864935_969833062_n

Manusia adalah makhluk yang senang bermain

Saya berharap anak-anak saya bisa menemukan peran besarnya dalam kehidupan melalui bermain. Dengan bermain mereka mendapatkan kebebasan untuk menjadi apapun yg mereka inginkan. Hingga akhirnya mereka menemukan sendiri passionnya dan bisa hidup dgn passion tersebut. Hidup dgn passion kita adalah hal yg tidak selalu bisa didapatkan oleh setiap orang. Itu seperti mendapatkan kehidupan yg berharga dan bermakna. Itu sebabnya saya berharap mereka mendapatkan kehidupan seperti itu. Tidak untuk mengejar sukses, tapi menjadikan sukses mendekat tanpa bisa ditolak.

Saya percaya bahwa Allah menciptakan segala sesuatu tidak ada yg sia2, termasuk manusia. Dari sekian banyak manusia, setiap pribadinya adalah bermakna dan mempunyai peran yg sudah Allah tentukan. Peran itu tersimpan dalam bentuk passion, sehingga ketika kita menjalankannya kita akan mampu memenuhi peran kita secara maksimal.

527459_193221067479328_1437086188_n

Berkomunikasi dalam dongeng

Ada kebiasaan yang kami lakukan (saya, dan kedua anak saya) ketika menjelang tidur. Kalau belum terlalu mengantuk, kami suka saling bertukar dongeng, dimulai dari saya yang mendongeng kemudian si sulung, dan terakhir si bungsu. Ceritanya bebas, dan boleh disadur dari cerita yang sudah umum atau cerita karangan sendiri.

Senang sekali kalau berkesempatan mendongeng bersama seperti itu, bayangkan saja, kita bisa memasukkan banyak pesan penting sambil didengarkan dengan serius oleh anak-anak, kemudian kita bisa mengetahui isi hati anak-anak kita, kekayaan kosa-katanya, dan kecerdasan olah pikirnya melalui dongeng yang mereka sampaikan pada kita. Maka, itu menjadi momen yang benar-benar penting bagi saya.

Kebetulan sekali saya baru saja membaca satu buku yang berjudul “mencetak anak brilian dengan metode biowriting” tulisan dari Femi Olivia, dari sana, saya semakin dikuatkan akan pentingnya acara mendongeng bersama yang sudah saya lakukan bersama anak-anak. Ternyata, kemampuan anak mendongeng atau bercerita bisa mengasah kepandaian anak terutama kecerdasan linguistiknya, bereksperimen dengan kekuatan kata-kata, dan mengajarkan anak menerima perasaan mereka dan belajar mengatasinya. Dalam acara mendongeng bersama itu juga kita mengajarkan anak menghargai pendapat orang.

Begitu besarnya manfaat mendongeng bersama, menjadikan saya ingin selalu melewatkan setiap malam dengan saling menuturkan dongeng. Hanya saja, untuk menghindari kebosanan, tidak setiap malam kami melakukan hal itu. Dan jangan memaksa anak untuk harus mendongeng kalau mereka merasa tidak punya ide untuk diceritakan. Biasanya, ketika kita yang memulai bercerita, anak-anak akan segera menemukan ide untuk diceritakan. Karena pada dasarnya, setiap manusia itu senang menyampaikan isi hatinya, dan senang didengarkan pendapatnya. Dan melalui mendongeng, sifat dasar itu kita kembangkan menjadi skill yang sangat bermanfaat bagi pembentukan kepribadian mereka kelak, bahkan bisa menjadi jalan bagi kesuksesan mereka ketika dewasa.

Jadi, selamat mendongeng, dan selamat mendengarkan kisah-kisah lucu dan lugu dari buah hati kita.

375079_487877494618189_1857304746_n

Mengapa mereka harus sekolah?

Sekolah adalah satu institusi yang “wajib” dilalui setiap manusia di fase kehidupan anak-anak hingga remaja. Kebutuhan akan sekolah menunjukkan tingkat intelektualitas dari suatu masyarakat. Masyarakat yang sadar sekolah pastinya akan menjadi masyarakat yang berpikiran lebih maju dan modern. Sayangnya, banyak sekali yang tidak memahami esensi dari sekolah itu sendiri, sehingga seringkali orang beranggapan bahwa sekolah adalah suatu proses wajar dan wajib bagi setiap anak dan remaja.

Dari wikipedia kita bisa mendapatkan terminologi dari kata “sekolah”. Di mana kata “sekolah” berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas.

Sungguh berbeda sekali dengan arti “sekolah” pada zaman sekarang bukan? Di mana sekolah menjadi institusi yang menghabiskan seluruh waktu anak bahkan ketika mereka sudah berada di rumah, mereka masih harus menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah.

Sungguh tidak ada maksud saya untuk mendiskreditkan institusi sekolah. Institusi itu adalah sesuatu yang sangat penting bagi kita untuk mendidik generasi kita menjadi manusia-manusia yang terdidik, terpelajar, dan jauh lebih baik dari kita. Hanya saja, ada satu poin penting yang semakin lama semakin terlupakan untuk membuat lahirnya generasi yang terdidik dan terpelajar itu. Poin itu adalah orang tua. Tuntutan kita untuk mendapatkan generasi yang lebih baik seringkali menggeser peran penting orang tua dalam mendidik anak dan memperbesar porsi sekolah untuk mencapai hal itu. Padahal, tidak ada satu institusi-pun yang bisa mengganti peran orang tua bagi anak-anak. Dan keberadaan kita bagi anak-anak bukan sekedar untuk menghidupi dan menyayanginya saja, justru, tanggung jawab terbesar kita pada anak-anak kita adalah mendidiknya.

Itu sebabnya, poin penting itu tidak boleh kita gantikan dengan apapun, apalagi bila kita berpikir kita bisa menggantikannya dengan uang. Kita berikan mereka pendidikan yang mahal, guru-guru terbaik, fasilitas termodern, semuanya untuk menggeser peran utama kita sebagai pendidik. Maka jangan salahkan kalau produk yang dihasilkan akan berbeda dari yang kita harapkan.

Jadi, kesimpulannya, apapun bentuk pendidikan yang kita pilih bagi anak-anak kita, pastikan itu tidak mengabaikan tugas kita untuk mendidik mereka “secara langsung”. Setiap orang pastinya memiliki lingkungan keluarga yang berbeda-beda, semua tergantung pada kondisi ekonomi, masyarakat sekitar, agama, budaya, dan sebagainya. Tetapi, bagaimanapun latar belakang kita, pastikan sebelum kita memilih sekolah yang mau kita tuju, kita buat pertimbangan-pertimbangan untuk menyesuaikan dengan kondisi kita dan sekali lagi, bukan dengan pertimbangan untuk menggantikan kewajiban orang tua dengan sekolah.

Untuk saya pribadi, saya menyekolahkan anak untuk beberapa alasan berikut: 1. Sekolah menjadi sarana anak untuk belajar bertanggung jawab dengan tugasnya sebagai seorang anak, 2. Sekolah menjadi sarana anak untuk belajar disiplin dengan mengikuti aturan-aturan sekolah dan keteraturan kegiatan setiap harinya, 3. Sekolah menjadi sarana anak untuk bersosialisasi dengan teman-temannya dari berbagai latar belakang lingkungan sosial yang berbeda dengan lingkungan sosial di rumahnya, 4. Sekolah menjadi sarana anak untuk belajar bahwa untuk mendapatkan “sesuatu” harus ada yang diusahakan dan dilakukan secara tekun dan sungguh-sungguh, dan 5. Sekolah menjadi sarana anak untuk menghargai institusi pendidikan dan sumber-sumber ilmu seperti guru dan buku. Itu lima poin yang saya rasa paling penting untuk menjadi alasan saya menyekolahkan anak-anak saya, itu sebabnya, saya menyekolahkan mereka di sekolah yang sederhana sekali, yaitu sekolah negeri dan jaraknya pun bisa terjangkau dengan berjalan kaki dari rumah. Bagi saya, sekolah negeri sudah cukup memenuhi semua kriteria yang saya harapkan dari sekolah. Pastinya anda memiliki alasan berbeda untuk menentukan sekolah terbaik bagi anak-anak anda, hanya satu yang perlu diingat, seperti pernah dikatakan seorang bijak di negeri ini “uang bisa membayar sekolah, tetapi tidak bisa membeli pendidikan”.

Semoga tulisan ini bisa memberi anda sudut pandang lain tentang sekolah dan bagaimana memilih sekolah yang paling tepat untuk buah hati kita, dan semoga tulisan ini bisa memberi kontribusi bagi terlahirnya generasi-generasi mendatang yang terpelajar, terdidik, dan jauh lebih baik dari generasi sebelumnya.

301190_188916094576492_1936423369_n

Wanita bekerja – dari persepsi yang berbeda

Selama ini saya cenderung menyarankan wanita untuk tidak bekerja, meskipun saya sendiri adalah seorang wanita pekerja. Karena yang saya amati dari para wanita pekerja seringkali melakukan banyak kesalahan fatal, di antaranya meninggalkan anak yang merupakan fokus utamanya, lebih mengutamakan karirnya sendiri dari pada karir suami padahal suami adalah kepala keluarganya, merasa memiliki peran yang sama dengan pemimpin keluarga sehingga tidak bisa atau sulit untuk diatur oleh pemimpin keluarga, padahal dalam berbagai institusi sekecil apapun itu, harus ada seorang pemimpin untuk memastikan institusi itu bisa berjalan dengan baik.

Itu pandangan awal saya, meskipun, sekali lagi saya katakan, saya sendiri adalah seorang wanita pekerja, tetapi saya bekerja masih dalam lingkup domain rumah, yang merupakan markas besar, kantor pusat, ataupun daerah kekuasaan dari setiap ibu rumah tangga. Saya tidak pernah beranjak jauh dari rumah dalam melakukan semua aktivitas kerja yang menghasilkan uang. Sehingga saya membedakan kasus saya dengan para wanita pekerja. Padahal tetap saja, status saya adalah sama, wanita pekerja, menghasilkan uang juga untuk keluarga, dan bisa jadi rentan terhadap sindrom yang saya sebutkan di paragraf sebelumnya.

Itu yang menyebabkan saya banyak berpikir dan mengkaji, apa yang kurang dari pendapat saya sebelumnya. Terus terang, saya merasa enjoy ketika bisa menghasilkan uang, meskipun suami saya, sebagai seorang laki-laki yang bertanggung jawab, tidak pernah mengharapkan saya untuk menghasilkan uang juga, bahkan beliau lebih suka bila saya tidak ikut memikirkan hal itu. Itu sering menjadi bahan diskusi kami, dan saya, masih belum bisa juga menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan suami, misalnya seperti, “Kamu tuh kerja untuk apa? Aku sudah cukup memberikan nafkah bagi keluarga”, atau “Aku keberatan jika terus menerus menerima “sedekah” dari kamu”, dan pernyataan-pernyataan lain yang sebelum saya menemukan jawabannya, saya masih akan tetap diam, karena saya yakin sekali bahwa yang saya lakukan ini adalah hal yang benar, tetapi saya belum menemukan jawabannya, jadi kalau saya tetap bicara tanpa jawaban yang benar, justru akan menimbulkan konflik bukan? Atau bahkan malah jadi debat kusir yang tidak penting sama sekali.

Sampai kemudian saya berpindah sudut pandang. Saya melihat bagaimana ummahatul mu’minin bisa mencari penghasilan sendiri juga, tapi tetap menjadikan suami sebagai nahkoda dalam rumah tangga. Itu karena, mereka memiliki penghasilan bukan untuk membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga, mereka memiliki penghasilan untuk menunjang dakwah suaminya. Menjadikan orang sekelas rasulullah bisa berfokus pada urusan yang jauh lebih besar, menjadikannya sosok yang tidak lemah pada dunia. Aktivitas dakwah ataupun aktivitas kebaikan lain bisa dipastikan akan berhasil jika dilakukan dengan ikhlas. Tidak bisa kita mengharapkan materi dari sesuatu yang kita sebut “ikhlas”. Tetapi tidak menutup kemungkinan rejeki Allah itu berasal dari berbagai tempat yang tidak terduga. Hanya saja, aktivitas dakwah tergolong pada aktivitas non-profit, jadi bukan tempat untuk mengumpulkan harta, tetapi, tempat untuk berbagi kebaikan pada sebanyak-banyak manusia. Semakin luas ladang dakwah, semakin banyak manfaat kita, dan semakin besar dibutuhkan keikhlasan untuk melakukannya. Di titik inilah saya menemukan jawaban saya, bahwa wanita bekerja, adalah bagian dari niatnya mendukung kerja suami. Wanita bekerja adalah bagian di balik layar yang membesarkan panggung suami. Wanita bekerja adalah the “king maker”. Bekerjanya kita adalah bagian dari kemandirian kita sebagai seorang manusia, bekerjanya kita adalah bukti tekad baja kita sebagai wanita, yang tidak ingin menjadi orang cengeng yang selalu saja menuntut para suami untuk hanya memikirkan urusannya saja, atau bahkan sampai harus memaksa suami mencari lebih dari sekedar yang halal. Wanita bekerja adalah partner bukan pesaing dalam mencari nafkah, karena wanita bekerja, setinggi apapun penghasilannya, tetap menempatkan penghasilan suami sebagai penghasilan pokoknya, dan mensyukurinya, sebagai rejeki nomor satu dari Yang Maha Kuasa untuk keluarganya.

Semoga tulisan saya bisa mendorong para wanita untuk bisa mandiri, untuk bisa membantu suaminya menjadi lebih dari sekedar pasangan hidupnya. Kita tidak hanya perempuan yang dinantikan perannya dalam melahirkan generasi terbaik, tetapi kita juga perempuan yang dinantikan perannya dalam membesarkan institusi keluarga kita menjadi rumah bagi orang banyak.
1176202_640179486002123_343221428_n

Bersama Mereka 24 Jam

319055_207337339401034_1922342277_n

Kebersamaan kita 24 jam dengan anak, mungkin untuk banyak orang sudah tidak mungkin lagi dilakukan. Tetapi, saya berharap setidaknya mereka mau mempertimbangkan apa yang saya tulis ini. Sebagai pengalaman pribadi, sebagai satu-satunya cara yang masih saya lakukan untuk anak-anak saya.

Anak-anak di fase berkembang, tentunya memiliki segudang potensi terpendam yang bisa jadi akan sulit untuk dikenali. Padahal potensi yang mereka miliki adalah bekal dari Tuhan untuk setiap individu agar bisa menghidupi dirinya sendiri, bahkan bisa bermanfaat bagi orang banyak. Orang-orang besar dengan catatan tinta emas dalam sejarah, atau orang-orang yang berhasil menjadi pemimpin atau berpengaruh bagi banyak orang, bukanlah orang yang sudah hebat sejak kecilnya. Semua dari mereka akan melalui masa kecil yang berlaku sama bagi semua orang. Masa kecil yang penuh ketidak pastian, masa kecil yang penuh ketidak tahuan. Hanya saja, orang-orang yang bisa membesarkan namanya itu, tumbuh sesuai potensinya, sehingga kemudian ia bisa hidup secara maksimal sesuai yang diperuntukkan Tuhan baginya.

Anak-anak bisa saja tumbuh sesuai potensinya, tanpa andil dari orang tua. Karena, tidak ada yang tidak mungkin bagi kekuasaan Tuhan. Tetapi, orang tua yang berhasil menghantarkan anaknya pada gerbang kesuksesan akan menjadi orang tua yang sesukses kebesaran nama anaknya.

Sayangnya, potensi anak bukan sesuatu yang mudah dikenali seperti halnya tanda-tanda fisik pada tubuh anak kita. Potensi itu terkadang bentuknya hanya letupan-letupan kecil yang muncul secara tiba-tiba ketika mereka sedang bermain, sedang menonton televisi, sedang berkomunikasi dengan kita, bahkan ketika sedang tidur. Karenanya, dibutuhkan kejelian dan fokus dari orang tua untuk bisa melihat secara jelas potensi terbaik dari si anak.

408931_364798846873523_294735978_n[1]

Melihat potensi anak, sangat ditekankan, harus bersifat obyektif. Ini demi memaksimalkan potensi tersebut. Karena seringkali orang tua mempunyai harapan-harapan bagi anaknya yang berasal dari ego orang tua itu sendiri. Begitu besarnya harapan mereka pada anak-anaknya, telah menutup matanya untuk bisa melihat potensi sebenarnya dari si anak. Terkadang harapan itu muncul dari keinginan orang tua sewaktu muda dulu, seperti cita-cita mereka yang tidak kesampaian, atau karena desakan zaman, gengsi, bahkan yang terburuk adalah karena menyesuaikan status sosial yang disandang orang tuanya sekarang. Padahal, anak bukanlah copy-paste dari orang tua, anak juga bukan boneka ciptaan orang tua. Anak adalah individu tunggal yang berbeda satu sama lain, bahkan bisa jadi berbeda dari orang tuanya sendiri.

Potensi anak juga tidak berarti dari situ prestasi bisa dihasilkan. Atau anak akan bisa melakukan potensinya itu melebihi kemampuan anak rata-rata. Potensi anak, bisa jadi terkesan biasa saja, tetapi yang pasti, anak tampak antusias melakukannya, tidak ada paksaan, dan cepat sekali mempelajarinya. Jadi, potensi itu bisa jadi tidak untuk sekarang, tapi nanti seiring dengan bertambahnya umur, potensinya akan berkembang dan menjadi alat utamanya dalam menjalani hidup. Hingga kemudian mereka bisa menjadi manusia-manusia terbaik bagi masyarakatnya, bagi zamannya.

Kembali pada poin sebelumnya, kita tidak akan bisa melihat potensi anak tanpa interaksi yang intensif dengan mereka. Mengikuti setiap perkembangannya, mengerti jalan pikirannya, memahami perasaannya, melihat apa yang dia lihat, dan mendengar apa yang dia dengar. Dan semuanya tidak bisa dilakukan tanpa kehadiran kita di sampingnya. Mungkin tidak harus ke-2 orang tua, tetapi setidaknya salah satu dari kedua orang tua harus hadir mendampingi keseharian anak-anak. Karena pribadi-pribadi yang masih begitu muda itu, belum bisa menentukan sendiri arah hidupnya, belum bisa mengungkapkan sendiri potensinya. Dan kita, orang tuanya, adalah yang paling bertanggung jawab menunjukkannya pada mereka.

Semoga, kebersamaan kita, kesungguhan kita, keikhlasan kita, akan berbuah sangat manis kelak. Menjadikan kita, manusia yang bersyukur telah menginvestasikan waktu hidup kita, untuk sesuatu yang lebih besar dari hidup kita sendiri.

479918_209583025843132_900813627_n

Anak-Anak Lumpuh

Setiap kali melihat ibu-ibu yang sedang hamil, langsung jelas terlihat di mata mereka harapan untuk memperoleh anak yang sempurna fisiknya. Karena memang, setiap ibu, tidak akan mau mendapatkan buah hati yang cacat fisiknya. Padahal, bukan fisik yang menentukan keberhasilan masa depan seseorang. Banyak sekali saya temui, orang-orang yang membesarkan anak-anak yang terlahir dengan fisik sempurna, tetapi tanpa harapan hidup. Anak-anak itu tumbuh menjadi manusia-manusia yang tidak bisa berjuang bahkan untuk menghidupi dirinya sendiri. Mereka terlalu malas untuk hidup, hingga akhirnya mereka lebih tidak berdaya dari orang yang lumpuh atau tidak sempurna fisiknya.

Sayang sekali bukan?

Anak adalah titipan dari Yang Maha Kuasa pada kita, apapun keadaannya, anak akan Ia titipkan pada kita lengkap dengan kekurangan dan kelebihannya untuk bisa bertahan hidup. Hanya kemudian, kita yang dititipi, yang harus jeli melihat apa kekurangan dan kelebihan pada anak kita untuk kemudian mengenalkan kelebihan tersebut pada anak kita. Anak-anak yang menyadari kelebihannya, akan lebih percaya diri, lebih kuat, dan tidak akan memperhitungkan kekurangan yang ada pada dirinya, artinya, dia tidak akan pernah mengeluh dengan kekurangan yang dimilikinya, dia akan lebih sibuk untuk mengolah kelebihannya.

Jadi, ketika kita dikaruniai anak yang harus memiliki fisik ataupun kemampuan otak yang tidak sesuai harapan kita, bukan berarti kita tidak dititipi anak yang super. Karena anak super adalah anak yang mampu menunjukkan kelebihannya di atas semua kekurangannya. Anak super adalah anak yang kemudian bisa tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, pribadi yang mampu mengatasi setiap persoalan hidup, seperti sosok ibu yang dikenalnya, yang selalu mampu mengatasi setiap persoalan hidup, mampu menjadikan segala sesuatu bernilai positif.

972327_454899937932793_1646770726_n (1)

Perjalanan

Aku ini hanya anak zaman yang belum bisa berbuat apa2 untuk zamanku sendiri
Aku ini hanya seonggok tubuh ringkih yang mudah menangis ketika tersakiti
Tetapi aku adalah bagian dari alam yang mampu bertahan dalam gelapnya malam
Di bawah teriknya matahari, dibalut derasnya terpaan hujan
Kehidupan, walaupun harus mendaki dan terus mendaki
Adalah tempat aku bisa menemukan cinta
Bersyukurnya aku
Sepanjang apapun jalan ini harus kudaki
Aku tahu di mana matahari itu berada

bromo